(Sumber gambar: canva.com)
Sebelum memulai proses pembelajaran saya mencoba melihat topik yang akan saya pelajari, kemudian saya berpikir bahwa nantinya dalam topik ini mungkin saya akan belajar mengenai isu-isu penyelenggaraan Pendidikan yang berhubungan dengan scaffolding dari sudut pandang ZPD. Materi tersebut dapat dikaitkan dengan upaya-upaya dalam menghadapi isu maupun tantangan dalam dunia Pendidikan yang sering terjadi. Sebagai calon guru tentunya perlu mempelajari hal ini, sebagai bekal saat berada dalam dunia Pendidikan. Setelahnya, saat memasuki alur mulai dari diri, saya belajar mengenai Teknik modelling yang digunakan ssebagai strategi scaffolding. Dari video yang disajikan, saya belajar mengenai cara menerapkan Teknik modeling serta bagaimana cara mengurangi bantuan dalam proses pembelajaran agar peserta didik mampu mencapai kemandirian belajar. Bantuan atau scaffolding tidak serta merta diberikan sama dari awal hingga akhir proses pembelajaran, melainkan perlu adanya pengurangan scaffolding agar peserta didik tidak merasa ketergantungan pada bantuan yang diberikan oleh guru.
Pada eksplorasi konsep, saya belajar mengenai tantangan penerapan scaffolding pada ZPD. Scaffolding adalah strategi pembelajaran yang efektif untuk menjembatani kemampuan aktual dan potensi peserta didik, tetapi penerapannya menghadapi tantangan seperti distraksi, interaksi sosial minim, serta dukungan sosial dan emosional yang terbatas. Penelitian Chen dan Adams (2022) menggarisbawahi pentingnya interaksi sosial positif dan lingkungan kondusif untuk keberhasilan scaffolding, sementara Widiana dan Sabiq (2021) menunjukkan bahwa motivasi dan atensi peserta didik berperan penting dalam proses pembelajaran berbasis scaffolding, khususnya dalam menulis teks recount. Kendala umum meliputi tujuan pembelajaran yang implisit, tugas non-reflektif, dan pemahaman dangkal. Reiser (2002) menyarankan evaluasi strategi untuk menciptakan scaffolding yang lebih terstruktur, reflektif, dan memacu pengetahuan. Quintana et al. (2004) merekomendasikan tiga kerangka panduan: sense making untuk menghubungkan pengetahuan lama dan baru, process management untuk mengelola waktu dan tugas bertahap, serta articulation and reflection untuk evaluasi dan refleksi pencapaian. Pendekatan ini membantu menciptakan pembelajaran yang efektif, adaptif, dan mendukung kebutuhan kognitif serta sosial-emosional peserta didik.
(Sumber gambar: canva.com)
Masuk
pada alur ruang kolaborasi, saya bersama rekan sekelompok melakukan analisis
terkait scaffolding yang kami
terapkan pada kegiatan Praktik Pembelajaran Terbimbing. Strategi scaffolding kami lakukan untuk membantu
peserta didik mampu mencapai kemandirian belajar dan pemahaman yang diharapkan.
Strategi Scaffolding yang digunakan
antara lain modeling, pemberian instruksi, pertanyaan pemantik, bimbingan
individu maupun kelompok, pemanfaatan teknologi dan media pembelajaran. Akan
tetapi, dalam implementasinya terdapat beberapa tantangan yang kami hadapi.
Salah satunya instruksi yang cenderung implisit, sehingga peserta didik sulit
memahami topik yang disampaikan; kami kurang meninjau kembali dan mengevaluasi
efektivitas bantuan yang diberikan, serta peserta didik cenderung bergantung
dengan bantuan yang kami berikan sehingga sulit untuk mengerjakan secara
mandiri. Berdasarkan hal tersebut, kami perlu mempelajari lebih lanjut lagi
mengenai cara melatih panduan scaffolding
agar peserta didik dapat memperoleh kebiasaan belajar yang diharapkan dan
mencapai kemandirian belajar.
Hal
penting yang saya pelajari dalam proses demonstrasi kontekstual bersama rekan
sekelompok adalah mengenai pentingnya melakukan refleksi terhadap pengalaman
mengajar yang telah kami lakukan di sekolah tempat kami melaksanakan PPL. Pada
topik ini kami melakukan refleksi terhadap kegiatan mengajar yang telah kami
lakukan di SD. Hal ini merupakan proses penting dalam pengembangan kompetensi
kami sebagai calon guru karena kami dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan
kami dalam proses pembelajaran. Selain itu kami juga dapat mengevaluasi
keefektifan metode mengajar yang telah kami terapkan dalam proses pembelajaran.
Kegiatan tersebut tentunya dapat menjadi bahan perbaikan kegiatan pembelajaran
yang akan saya bawakan di masa mendatang, sehingga mampu memfasilitasi kegiatan
pembelajaran yang inklusif dan berkualitas.
Setelah mempelajari topik ini, saya memahami pentingnya mempelajari berbagai isu dan tantangan dalam proses pembelajaran, khususnya pada penerapan scaffolding. Dengan demikian, guru akan lebih memperhatikan penerapan scaffolding yang tepat sesuai dengan kesulitan yang dialami oleh peserta didiknya. Sehingga, peserta didik akan mendapatkan kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna. Hal baru yang saya dapat setelah mempelajari topik ini sesuai dengan apa yang saya perkirakan sebelumnya. Yakni mempelajari isu-isu dalam penyelenggaraan Pendidikan serta mempelajari strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi tantangan atau isu yang ada. Berdasarkan hal tersebut saya ingin mempelajari lebih lanjut terkait cara memilih strategi yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada, agar saya dapat memfasilitasi proses pembelajaran yang lebih berkualitas.
Mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 6 ini memiliki keterkaitan dengan berbagai mata kuliah yang saya pelajari pada perkuliahan PPG. Dalam mata kuliah Pemahaman Peserta Didik dan Penerapannya, scaffolding didesain dengan mempertimbangkan perkembangan kognitif dan sosial peserta didik. Sebagai contoh, dalam materi Hak dan Kewajiban: guru memberi panduan sederhana agar peserta didik memahami konsep abstrak sesuai tahap perkembangan. Dalam materi Satuan Panjang: Penggunaan alat ukur kontekstual (penggaris/meteran) mendukung peserta didik pada tahap operasional konkret. Dalam mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia, Scaffolding adalah penerapan nilai-nilai filosofi pendidikan yang humanis. Contohnya, dalam pembelajaran Hak dan Kewajiban. Strategi ini mencerminkan prinsip memerdekakan peserta didik seperti dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Peserta didik diberi kesempatan berpikir mandiri saat menentukan kategori hak atau kewajiban. Pada mata kuliah Prinsip Pengajaran dan Asesmen, scaffolding memberikan contoh penerapan prinsip SMART dan asesmen formatif. Dalam materi Energi dan Penggunaannya, guru memberikan pertanyaan pemantik seperti "Apa yang terjadi jika rumah kita kehabisan listrik?" untuk mengevaluasi pemahaman awal peserta didik. Kemudian, pada materi Benda Berbahaya dan Tidak Berbahaya, peserta didik diminta membuat daftar benda untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran berbasis kategori sederhana. Pada mata kuliah Pembelajaran Berdiferensiasi, strategi scaffolding sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi. Sebagai contoh, scaffolding pada materi Pola Bilangan dan Gambar membantu peserta didik dengan kebutuhan berbeda memahami pola abstrak melalui tabel visual. Kemudian pada materi Satuan Panjang, media konkret seperti penggaris dan metlyn memudahkan peserta didik dengan kemampuan kognitif yang bervariasi. Dalam kegiatan Praktik Mengajar, scaffolding memiliki peran yang penting dalam mencapai zona potensial peserta didik. Dalam praktik mengajar scaffolding perlu diterapkan untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik.
(Sumber gambar: canva.com)
Mempelajari
topik ini membantu saya memperoleh manfaat penting yang akan menjadi bekal saya
untuk mengajar secara langsung di Sekolah Dasar. Berbagai teori yang saya
pelajari mampu menunjang kegiatan mengajar yang saya lakukan pada waktu PPL
serta nanti setelah lulus dari PPG ini. Berbagai pengalaman yang saya peroleh
saat PPL tentunya juga menjadi hal penting yang sangat bermakna bagi kelanjutan
saya sebagai calon guru. Saya menjadi lebih paham mengenai isu-isu
penyelenggaraan scaffolding pada ZPD
dalam penyelenggaraan Pendidikan di Indonesia. Hal tersebut tentu membantu saya
untuk lebih siap menghadapi tantangan-tantangan dalam penerapan scaffolding pada proses pembelajaran.
Sehingga, saya mampu membantu atau menuntun peserta didik saya mencapai
kemandirian belajar dan memperoleh hasil belajar yang berkualitas. kesiapan
saya sebaga calon guru dalam skala 1-10 adalah 8. Pada range nilai ini, saya
menyadari mampu mempelajari berbagai teori dalam kegiatan perkuliahan semasa
PPG berlangsung, namun saya masih perlu banyak belajar terkait penerapan teori
yang saya peroleh di bangku perkuliahan agar penerapan teori tersebut dapat
sesuai dengan keadaan riil di lapangan. Dalam hal ini, saya mempersiapkan diri
saya agar lebih siap untuk mengajar langsung di Sekolah Dasar. Hal itu dapat
saya lakukan dengan mengoptimalkan kegiatan PPL untuk menambah pengalaman dan
pengetahuan saya terkait dunia Pendidikan. Selain itu, saya juga dapat
melakukan studi kasus maupun diskusi dengan guru pamong, dosen pembimbing
lapangan, serta rekan-rekan saya untuk memecahkan berbagai masalah yang muncul
dalam proses pembelajaran. Melalui beberapa upaya tersebut, saya akan lebih
siap sebagai guru untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik saya.
Referensi:
Chen, J.J., & Adams, C.B. (2023).
Drawing from and expanding their toolboxes: Preschool teachers’ traditional
strategies, unconventional opportunities, and novel challenges in scaffolding
young children’s social and emotional learning during remote instruction amidst
COVID-19. Early Childhood Education
Journal, 51: 925.937. https://doi.org/10.1007/s10643-022-01359-6
Reiser, B.J. (2002). Why Scaffolding
should sometimes make tasks more difficult for learners. International Society of the Learning Sciences. In Stahl, G. (Eds.),
Computer Support for Collaborative Learning: Foundations for a CSCL Community
(pp. 255-264). Boulder, CO, USA: International Society of the Learning
Sciences. https://repository.isls.org/handle/1/3786
Widiana., & Sabiq, A.H.A. (2021). Scaffolding strategy in teaching writing and its challenges. Journal of Education and Development, 9(1): 30-38. https://doi.org/10.37081/ed.v9i1.2275
Quintana C., Reiser, B.J., Davis, E.A., Krajcik, J., Fretz, E., Duncan, R.G., Kyza, E., Edelson, D., & Soloway, E. (2004). A Scaffolding Design Framework for Software to Support Science Inquiry. Journal of the Learning Sciences, 13(3): 337-386. https://www.tandfonline.com/doi/abs/10.1207/s15327809jls1303_4
Disusun oleh Elvina Isna Nurjanah (Mahasiswa PPG Calon Guru 2024) untuk memenuhi tagihan mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 6.