Minggu, 01 Desember 2024

Refleksi Pembelajaran Topik 5 – Pendekatan, Strategi, Metode, dan Teknik Pembelajaran yang diterapkan Sebagai Scaffolding pada ZPD

 



Sebelum memulai proses pembelajaran saya berpikir bahwa di topik ini saya akan belajar mengenai hal-hal yang berkaitan dengan scaffolding pada ZPD. Mulai dari kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik saat melakukan proses pembelajaran, kemudian mempelajari penerapan scaffolding pada pembelajaran. Scaffolding ini digunakan untuk membantu mengatasi berbagai kesulitan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, proses pembelajaran dapat menciptakan hasil yang lebih bermakna bagi peserta didik.

Pada eksplorasi konsep, saya belajar mengenai konsep scaffolding pada ZPD yang diterapkan dalam proses pembelajaran. Scaffolding dalam ZPD merupakan konsep yang menekankan pentingnya interaksi antara anak dengan orang dewasa atau teman sebaya untuk mendukung perkembangan kognitif dan psikologis. Proses ini melibatkan imitasi yang bertahap hingga anak menjadi lebih mandiri. Bantuan yang diberikan bersifat sementara dan dirancang untuk memfasilitasi anak dalam menyelesaikan tugas-tugas yang lebih menantang. Strategi scaffolding mencakup saran, petunjuk, instruksi, penjelasan, contoh, dan pertanyaan pemantik, yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan metakognitif, kognitif, maupun motivasi anak. Melalui kolaborasi dan asistensi yang bertahap, anak mampu menginternalisasi kemampuan baru dan mengembangkan pemikiran kritis secara mandiri.

Masuk dalam ruang kolaborasi, saya bersama rekan sekelompok melakukan analisis terkait kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik di SD tempat saya melaksanakan PPL 1. Dalam proses analisis, saya bersama rekan sekelompok menemukan adanya perbedaan kompetensi antar peserta didik. perbedaan kompetensi ini terlihat dari kemampuan menyelesaikan tugas, memahami instruksi, dan kecepatan belajar. Beberapa peserta didik menguasai materi dengan baik, sedangkan yang lain kesulitan memahami konsep dasar. Perbedaan cukup signifikan, terutama di kelas 3 dengan latar belakang peserta didik yang beragam. Peserta didik yang memiliki kesulitan, rata-rata berada pada kelompok peserta didik yang memiliki kompetensi rendah. Peserta didik tersebut memiliki level kognitif yang berada pada level memahami, namun dengan pemahaman yang dasar. Hal tersebut terlihat ketika peserta didik mampu mengerjakan soal yang baru saja dijelaskan oleh guru, Namun bingung saat mengerjakan soal sejenis yang berbeda. Sebagai calon guru, saya menawarkan strategi kolaboratif, seperti peer tutoring dan diskusi kelompok, sebagai salah satu metode yang efektif dalam membantu peserta didik yang memiliki kompetensi rendah. Dengan bimbingan dari guru, kolaborasi antar teman sebaya mampu meningkatkan pemahaman melalui penjelasan yang sederhana dan relevan bagi peserta didik. Selain itu, pendekatan individual seperti scaffolding yang bertahap dan penjelasan dengan contoh konkret juga terbukti efektif dalam mengembangkan kepercayaan diri dan pemahaman peserta didik secara bertahap, sehingga dapat membantu mengatasi kesenjangan kompetensi yang ada.

Hal penting yang saya pelajari dari proses demonstrasi kontekstual bersama rekan sekelompok adalah pentingnya kerja sama dalam sebuah tim sekaligus pentingnya komunikasi yang efektif. Dalam prosesnya, saya bersama rekan sekelompok menyampaikan ide, mendengarkan pendapat, dan mencari solusi bersama untuk memecahkan suatu masalah. Selain itu, pembagian peran dalam kelompok membantu kami memahami tanggung jawab masing-masing, sekaligus mengajarkan toleransi dan empati terhadap perbedaan sudut pandang. Dengan demikian, proses demonstrasi kontekstual tidak hanya meningkatkan keterampilan sosial, tetapi juga membangun karakter kami agar lebih siap menghadapi tantangan nyata dalam dunia Pendidikan.



Setelah mempelajari topik ini, saya memahami pentingnya bantuan atau scaffolding dalam proses pembelajaran. Melalui pemahaman ini, pengajar akan lebih memperhatikan lagi bentuk scaffolding yang perlu diberikan kepada peserta didik untuk mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik. Sehingga, peserta didik akan mendapatkan hasil belajar yang maksimal dalam proses pembelajaran. Hal baru yang saya pelajari dalam topik ini adalah memahami bahwa kurang maksimalnya hasil belajar dapat dipengaruhi oleh kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik selama proses pembelajaran. Pengajar baiknya tidak mengabaikan berbagai kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didiknya. Melainkan, harus memperhatikan dan membantu peserta didik mengatasi kesulitan belajar agar mereka mampu mengikuti proses pembelajaran yang lebih bermakna. Berdasarkan hal tersebut, saya ingin lebih mempelajari lagi berbagai scaffolding yang dapat diberikan guru yang lebih sesuai lagi dengan kesulitan belajar yang dialami oleh peserta didik. Dengan begitu, peserta didik saya dapat memperoleh lingkungan belajar yang bersifat “menuntun”, inklusif, dan tentunya lebih bermakna, serta mampu mencapai kemandirian belajar.

Mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 5 ini memiliki keterkaitan dengan mata kuliah lain yang saya pelajari pada perkuliahan PPG ini. Filosofi pendidikan berakar pada nilai-nilai sosial dan budaya lokal yang memengaruhi pandangan tentang tujuan dan metode pengajaran. Memahami filosofi pendidikan Indonesia, seperti gagasan “memerdekakan peserta didik” oleh Ki Hadjar Dewantara, membantu calon guru menyadari pentingnya pembelajaran yang kontekstual dan relevan dengan budaya peserta didik. Ini sejalan dengan perspektif sosiokultural yang menekankan peran lingkungan sosial dalam pembelajaran. Dalam perspektif sosiokultural, guru harus menyesuaikan pendekatan pembelajaran berdasarkan latar belakang sosial dan kultural peserta didik. Pembelajaran berdiferensiasi memungkinkan guru untuk mengadaptasi materi dan strategi berdasarkan kemampuan dan kebutuhan individu, mengingat bahwa tiap peserta didik memiliki tingkat ZPD yang berbeda. Ini dapat diterapkan dalam strategi scaffolding dengan menyediakan dukungan yang berjenjang untuk mengembangkan potensi maksimal peserta didik. Perspektif ini menekankan pentingnya memahami latar belakang dan karakteristik peserta didik. Dengan mengadopsi pendekatan sosiokultural, guru bisa lebih memahami konteks belajar peserta didik, termasuk potensi dan keterbatasan yang mungkin disebabkan oleh lingkungan mereka. Ini membantu guru dalam merancang strategi scaffolding yang efektif yang mendukung kebutuhan unik peserta didik. Prinsip asesmen yang efektif harus memperhitungkan perkembangan dan kemampuan individual peserta didik, dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan melalui umpan balik yang sesuai. Dalam konteks sosiokultural, asesmen tidak hanya mengevaluasi kemampuan individu, tetapi juga bagaimana peserta didik dapat menggunakan dukungan dari lingkungannya (scaffolding) untuk belajar lebih baik.

Mempelajari topik ini membantu saya memperoleh manfaat penting sebagai bekal untuk mengajar langsung di Sekolah Dasar nantinya. Saya menjadi lebih memahami bahwa berbagai kesulitan dalam pembelajaran yang dialami oleh peserta didik tidak boleh diabaikan oleh pengajar, melainkan perlu menjadi perhatian bagi guru agar peserta didik mampu memperoleh kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna dan hasil belajar yang lebih maksimal. Kesiapan saya sebagai pengajar dalam skala 1-10 adalah 8. Kaitannya dengan saya yang kedepannya akan menjadi guru, saya menyadari bahwa nantinya dalam proses pembelajaran saya perlu menyiapkan pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan sebagai scaffolding pada ZPD yang disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami peserta didik. Hal itu dilakukan guru untuk membantu peserta didik mencapai kemandirian belajar dan mendapatkan kegiatan pembelajaran yang bermakna. Meskipun demikian, mempelajari teori saja belum cukup optimal. Saya juga akan meningkatkan kemampuan dengan mempelajari berbagai studi kasus yang ada dan melakukan praktik langsung di sekolah. Dengan cara ini, saya akan lebih siap sebagai guru untuk menerapkan teori yang telah dipelajari selama perkuliahan PPG. 

Disusun oleh Elvina Isna Nurjanah (Mahasiswa PPG Calon Guru 2024) untuk memenuhi tagihan mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Computational Thinking - Topik 4

 Pada tulisan kali ini akan saya sajikan pekerjaan saya pada mata kuliah Computational Thinking di Topik 4 pada alur Mulai dari Diri dan Eks...