Senin, 14 Oktober 2024

Refleksi pembelajaran topik 2 Konsep Dasar Perspektif Sosio Kultural dalam Pendidikan

Hal yang pertama kali saya pikirkan saat melihat judul topik 2 pada mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia adalah saya akan belajar mengenai pengaruh faktor sosial budaya dan/atau ekonomi politik terhadap proses belajar peserta didik. Hal itu juga mencakup latar belakang ekonomi dan budaya keluarga dari peserta didik yang mempengaruhi pola asuh dan dukungan orang tua terhadap peserta didik. Keluarga dan lingkungan sosial memiliki andil dalam proses belajar dan perkembangan setiap individu, jika direpresentasikan dalam bentuk angka dapat mencapai sekitar 30%. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori sistem ekologi yang dikemukakan oleh Urie Bronfenbrenner yang menyatakan bahwa lingkungan berpengaruh dalam perkembangan setiap individu. 

Masuk dalam eksplorasi konsep pada topik 2, saya mulai mempelajari bahwa perkembangan kognitif anak dapat diperoleh melalui interaksi sosial antara orang tua dan anak dalam kegiatan sehari-hari yang didasarkan pada status sosio-ekonomi (SES). Dalam aktivitas sosial, orang tua memiliki peran untuk memberikan harapan dan dorongan kepada anak dan mempengaruhi motivasi, tingkah laku, dan tujuan anak dalam proses mencapai tujuan. Mediasi dilakukan dalam bentuk intervensi positif untuk memaksimalkan potensi kognitif dari peserta didik. Perbedaan pola interaksi keluarga melalui status sosio-ekonomi akan memberikan nilai, harapan, tuntutan, dan hasil perkembangan kognitif yang berbeda karena keluarga memiliki pengaruh yang berbeda terhadap dasar perkembangan kognitif peserta didik. pencapaian akademik yang tinggi dapat terukur dalam keluarga dengan status SES menengah dibandingkan status SES yang lebih rendah. Namun, perbedaan SES juga memberikan kesimpulan bahwa tanpa bantuan kognitif yang dominan dari keluarga maupun peranan orang dewasa yang lebih mampu, status SES menengah tidak dapat memberikan hasil yang signifikan dimana mediasi merupakan peranan penting. Sehingga, diperlukan instrumen psikologis yang diadaptasi dari konsep Zone of Proximal Development (ZPD) untuk menentukan mediasi yang sesuai dengan SES dari peserta didik.



Dalam ruang kolaborasi, saya dan rekan sekelompok mempelajari faktor-faktor dalam interaksi sosial yang berpengaruh dalam proses pembelajaran melalui video yang disajikan serta artikel ilmiah sebagai referensi. Dari video yang disajikan, kelompok kami menganalisis berbagai faktor yang mengalami ketimpangan dalam proses pembelajaran. Tak lain ketimpangan tersebut berasal dari faktor ekonomi. Peserta didik yang memiliki latar belakang ekonomi tinggi mampu memperoleh akses Pendidikan yang memadai secara mudah. Hal itu berbanding terbalik dengan peserta didik yang berasal dari keluarga dengan latar belakang SES rendah. Ketimpangan yang terjadi tidak hanya berpengaruh pada akses Pendidikan saja, melainkan pada akses lainnya, seperti kesehatan. Anak dengan latar belakang SES rendah cenderung sulit mendapatkan akses kesehatan yang memadai. Dari referensi artikel ilmiah, juga diperoleh berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk memperhatikan peserta didik dengan latar belakang SES rendah di Sekolah Dasar. Yakni, dengan cara memberi layanan bimbingan belajar, memberikan semangat untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, dan dengan cara menyediakan sarana dan prasarana yang memadai dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, kelompok kami juga mengaitkan referensi yang disediakkan dalam LMS dengan cerita “Belajar Berdemokrasi” yang diambil dari buku Mengajar Untuk Perubahan. Beberapa kaitan dari beberapa referensi adalah belajar berdemokrasi menekankan pentingnya partisipasi aktif dari semua peserta didik tanpa memandang latar belakang SES mereka, guru perlu mendukung, menghargai, dan memberdayakan peserta didik tanpa memperhatikan latar belakang SES peserta didiknya. Selain itu, guru juga perlu memfasilitasi pembelajaran yang inklusif agar peserta didik dapat berpartisipasi secara setara di dalam kelas. 

Hal penting yang saya pelajari dari proses demonstrasi kontekstual bersama rekan sekelompok adalah pentingnya komunikasi, kerja sama, serta koordinasi yang jelas antara anggota kelompok dalam kegiatan diskusi dan presentasi yang dilaksanakan. Hal itu penting agar kelompok kami mampu menyajikan presentasi yang sesuai dan menarik, serta memperoleh pemahaman konsep yang benar terkait topik yang kami pelajari. Selain itu, perlu untuk memperhatikan artikulasi pengucapan saat presentasi, isi, dan visualisasi presentasi agar audience mampu menangkap informasi yang kami sampaikan pada saat itu.


Setelah mempelajari topik ini, saya memahami pentingnya kesetaraan akses dalam lingkungan, baik Pendidikan maupun kesehatan. Peran orang tua yang didasarkan pada SES mereka juga berpengaruh terhadap Pendidikan yang sedang dijalani oleh peserta didik. Akses Pendidikan maupun kesehatan sangat bergantung pada latar belakang SES orang tua. Dengan kata lain, perbedaan latar belakang SES orang tua mempengaruhi kemudahan akses Pendidikan dan kesehatan anak. Sebagai seorang pendidik, kita perlu meminimalisir ketimpangan sosio-ekonomi antar peserta didik dimulai dari lingkungan di tempat kita bekerja, yakni Sekolah Dasar. Pendidik perlu berupaya untuk menghadirkan rasa kesetaraan pada diri setiap peserta didik agar tidak terjadi ketimpangan akses Pendidikan pada peserta didik. Hal baru yang saya pelajari pada topik ini berkaitan dengan pentingnya latar belakang SES dari orang tua dalam proses pembelajaran peserta didik. sebagai orang tua, tentunya perlu memberikan dukungan yang maksimal kepada anak agar anak dapat mengenyam Pendidikan dengan nyaman dan tanpa terbebani. Dukungan yang diberikan tidak selalu berkaitan dengan materiil, melainkan dukungan dari orang tua dapat berupa dukungan moral dengan cara memberi semangat untuk memotivasi anak agar bersungguh-sungguh dalam belajar. Untuk selanjutnya, saya ingin mempelajari cara maupun strategi untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul akibat ketimpangan sosio-ekonomi di dalam dunia Pendidikan. Dengan mempelajari hal tersebut saya berharap mampu meminialisir ketimpangan sosio-ekonomi yang terjadi di dunia Pendidikan.

Mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 2 memiliki keterkaitan dengan mata kuliah lain yang saya pelajari. Pada mata kuliah Pemahaman Peserta Didik, konsep sosiokultural memudahkan dalam memahami bahwa latar belakang SES dari keluarga peserta didik memiliki peran penting dalam membentuk diri mereka. Hal ini membantu dalam memahami bagaimana faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi motivasi, gaya belajar, dan perkembangan peserta didik. Pada mata kuliah Prinsip Pembelajaran dan Asesmen, peserta didik dari latar belakang sosio-ekonomi yang berbeda mungkin memiliki gaya belajar yang beragam. Dengan memahami sosio-ekonomi membantu guru mengenali perbedaan dalam pengalaman belajar peserta didik dan menyesuaikan pendekatan pembelajaran mereka. Dalam mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia, konsep sosiokultural memberikan pemahaman bahwa Pendidikan harus mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan ekonomi di Indonesia. Hal ini akan membantu untuk merumuskan pandangan Pendidikan yang lebih terkait dengan realitas di Indonesia. Kemudian pada mata kuliah Pembelajaran Berdiferensiasi, konsep sosiokultural mendukung pemahaman bahwa perbedaan latar belakang sosio-ekonomi memerlukan pendekatan yang berbeda dalam pembelajaran yang berdiferensiasi. Pemahaman ini dapat digunakan untuk merancang strategi pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan individual peserta didik.  

Dengan mempelajari topik ini memberikan saya manfaat yang penting untuk nantinya terjun langsung di lapangan (Sekolah Dasar). Saya menjadi lebih memahami hal-hal yang berpengaruh dalam proses belajar peserta didik tidak hanya berasal dari faktor internal saja, melainkan ada faktor eksternal yang berupa latar belakang SES keluarga peserta didik. Saya juga bisa merancang strategi-strategi yang dapat saya terapkan untuk menciptakan kkesetaraan antar peserta didik untuk meminimalisir ketimpangan sosial-ekonomi yang mereka alami. Kesiapan saya sebagai guru dalam skala 1-10 adalah 8. Saya menyadari bahwa kesiapan saya menjadi guru yang sesungguhnya kurang optimal hanya dengan mempelajari teori-teori saja. Saya juga perlu mengasah keterampilan dasar mengajar saya melalui praktik secara langsung di lapangan (Sekolah Dasar). Dengan begitu, kesiapan saya sebagai guru akan lebih baik dan saya bisa menerapkan berbagai teori dan praktik yang telah saya pelajari dengan optimal nantinya.


Disusun oleh Elvina Isna Nurjanah (Mahasiswa PPG Calon Guru 2024) untuk memenuhi tagihan mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Computational Thinking - Topik 4

 Pada tulisan kali ini akan saya sajikan pekerjaan saya pada mata kuliah Computational Thinking di Topik 4 pada alur Mulai dari Diri dan Eks...