Selasa, 22 Oktober 2024

Refleksi Pembelajaran Topik 4 – Pembelajaran pada Zone of Proximal Development (ZPD)


Sumber gambar: kompasiana.com

Hal yang saya pikirkan tentang topik ini sebelum memulai proses pembelajaran adalah konsep utama dari ZPD itu sendiri. Berdasarkan beberapa pengetahuan saya sebelumnya, ZPD adalah suatu teori yang disampaikan oleh Lev Vygotsky. Teori ini menyatakan bahwa pembelajaran akan berjalan dengan efektif ketika peserta didik dapat meyelesaikan tugas dengan bantuan, tetapi tantangannya tidak terlalu mudah maupun terlalu sulit. Kemudian hal lain yang saya pikirkan mengenai topik ini adalah hubungan ZPD dalam pengajaran. Saya berpikir bahwa ZPD nantinya dapat diterapkan dalam kelas yang peserta didikknya memiliki keragaman kebutuhan dan potensi. Sehingga, diharapkan ZPD mampu mendukung peserta didik yang lemah tanpa membuat mereka bergantung pada bantuan.

Pada eksplorasi konsep, saya belajar mengenai konsep pembelajaran pada ZPD. ZPD sendiri adalah suatu area antara apa yang dapat dilakukan peserta didik secara mandiri dan apa yang dapat mereka capai dengan bantuan orang lain. Dalam ZPD, bantuan ini disebut dengan scaffolding. Scaffolding dapat diberikan oleh guru atau teman sebaya yang lebih mampu. ZPD mengajarkan bahwa guru harus selalu memantau perkembangan peserta didik secara aktif. Evaluasi formatif juga menjadi hal penting untuk mengetahui kapan peserta didik siap untuk mengambil langkah lebih maju, atau kapan mereka masih memerlukan bantuan. Dari sudut pandang ZPD, kegagalan bukanlah akhir, tapi bagian dari proses belajar. Ketika peserta didik menghadapi tantangan di luar kemampuan mereka, mungkin mereka akan gagal pada awalnya. Namun, dengan dukungan dan bimbingan, mereka akan belajar mengatasi tantangan tersebut. Sehingga, peserta didik dapat belajar untuk menerima kesalahan sebagai bagian dari pembelajaran. Selain guru, teman sebaya juga bisa menjadi "scaffolding" yang sangat efektif. Peserta didik yang sudah memahami materi dapat membantu teman lainnya belajar. Ini mengajarkan bahwa teman sebaya bisa memainkan peran penting dalam proses pembelajaran, terutama dalam konteks pembelajaran kolaboratif. Hal tersebut dilakukan agar dapat menjembatani kesenjangan antara apa yang bisa dilakukan peserta didik secara mandiri dan apa yang dapat dicapai peserta didik dengan bantuan. ZPD tidak hanya membantu peserta didik memahami materi, tetapi juga mengembangkan kemandirian dalam belajar. Dengan adanya scaffolding, peserta didik akan sampai pada titik di mana mereka bisa menyelesaikan tugas tanpa bantuan. Selain itu, ZPD mengajarkan bahwa pembelajaran tidak terjadi dalam ruang hampa. Peserta didik belajar lebih baik ketika materi yang diajarkan terkait dengan pengalaman mereka sehari-hari atau hal-hal yang relevan dengan kehidupan mereka. Ini menunjukkan bahwa mengaitkan pelajaran dengan konteks dunia nyata bisa meningkatkan efektivitas pembelajaran. Konsep ZPD juga mengajarkan bahwa guru tidak harus memberikan semua jawaban. Terkadang, memberi ruang bagi peserta didik untuk berpikir sendiri dan menemukan solusi juga merupakan bagian dari proses belajar mereka.


Masuk dalam ruang kolaborasi, saya bersama rekan sekelompok melakukan analisis terhadap tiga jurnal yang berkaitan dengan ZPD. Ketiga artikel secara konsisten menyoroti pentingnya ZPD dalam proses pembelajaran di berbagai konteks (sekolah dasar, matematika di tingkat menengah, dan perkembangan bahasa anak usia dini). Scaffolding diberikan oleh guru atau teman sebaya yang lebih mampu, lalu secara bertahap dikurangi ketika peserta didik mulai menguasai materi. ZPD memastikan bahwa peserta didik atau anak belajar dalam lingkup kemampuan yang mereka bisa capai dengan bantuan, dan mereka mampu berkembang lebih jauh dalam pemahaman dan keterampilan melalui interaksi sosial. Ketiga artikel juga memiliki kaitan dengan video yang ada di alur Mulai Dari Diri. Dalam ZPD, interaksi sosial sangat penting dalam kegiatan belajar dalam mengembangakan potensi kemampuan dari peserta didik. Sehingga, guru pendamping melakukan scaffolding kepada anak autis dengan cara mengenalkan emosi, bahasa, hingga perintah melalui gambar dan contoh secara langsung. Dengan adanya scaffolding ini diharapkan anak autis mampu berinteraksi dengan teman sebaya dan guru untuk mencapai perkembangan peserta didik serta mencapai kemandirian dalam pembelajaran.

Hal penting yang saya pelajari dari proses demonstrasi kontekstual bersama rekan sekelompok adalah pentingnya partisipasi aktif tiap anggota dalam suatu kelompok. Demokrasi dalam kelompok hanya akan berjalan dengan baik jika semua anggota terlibat aktif dalam pengambilan keputusan. Ini melatih keterbukaan dan keaktifan untuk berpendapat, serta tanggung jawab bersama atas hasil yang disepakati. Selain itu, keberagaman pendapat dalam suatu kelompok juga mengajarkan rasa toleransi dan kemampuan mendengarkan perspektif yang berbeda, serta membangun keputusan yang lebih inklusif.

Setelah mempelajari topik ini, saya memahami pentingnya mempelajari tantangan yang muncul dalam proses implementasi dari ZPD. Melalui pemahaman tersebut akan mempermudah guru dalam memilih strategi-strategi untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan inklusif. Hal baru yang saya pelajari di topik ini adalah pentingnya menyesuaikan bantuan (scaffolding) yang diberikan kepada peserta didik untuk mencapai kemandirian belajar. Ini diperlukan agar peserta didik tidak terlalu bergantung pada bantuan guru. Selain itu, saya juga mengetahui bahwa scaffolding tidak hanya dapat diberikan oleh guru, melainkan teman sebaya yang memiliki kemampuan lebih juga dapat memberikan scaffolding kepada teman yang belum terlalu memahami suatu materi. Teman sebaya bisa memainkan peran penting dalam proses pembelajaran, terutama dalam konteks pembelajaran kolaboratif. Setelah mengetahui beberapa hal yang berkaitan dengan ZPD, saya tertarik untuk belajar lebih lanjut mengenai langkah strategis yang dapat dilakukan guru untuk memfasilitasi proses belajar yang efektif dengan tetap memperhatikan ZPD serta karakteristik dan kebutuhan peserta didik.

Mata kuliah perspekstif sosiokultural dalam Pendidikan topik 4 ini memiliki keterkaitan dengan mata kuliah lain yang juga saya pelajari pada saat masa perkuliahan PPG. Pada mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia, ZPD berkaitan dengan sistem among yang disampaikan oleh Ki Hajar Dewantara. Sebagai among, guru perlu menerapkan bantuan/scaffolding yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan belajar dari peserta didik. pada mata kuliah Pemahaman Peserta Didik dan Pengajarannya, ZPD dapat dijadikan pedoman untuk memetakan pemahaman dan kebutuhan belajar peserta didik. Langkah ini perlu dilakukan oleh guru untuk menyesuaikan strategi dan metoode pembelajaran agar peserta didik dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan potensinya. Dalam mata kuliah Prinsip Pengajaran dan Asesmen, ZPD digunakan untuk mengukur potensi belajar peserta didik dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat membantu guru dalam menentukan asesmen yang akan diberikan kepada peserta didiknya. Dalam mata kuliah pembelajaran berdiferensiasi, mata kuliah ini memiliki kaitan pada implementasi pembelajaran berdiferensiasi. Dalam diferensiasi konten, bantuan berupa materi yang disesuaikan dengan kemampuan peserta didik. Pada diferensiasi proses, scaffolding penting karena guru menentukan bantuan yang diperlukan untuk mendorong kemandirian belajar. Sedangkan dalam diferensiasi produk, bantuan diberikan dengan membebaskan peserta didik berkreasi sesuai materi.

Mempelajari topik ini membuat saya memperoleh manfaat penting untuk nantinya terjun langsung di lapangan (Sekolah Dasar). Saya menjadi lebih memahami bahwa pada hakikatnya manusia tidak sepenuhnya dapat bertumbuh dan berkembang secara mandiri, baik dalam aspek kognitif, afektik, psikomotorik, dan sosial. Manusia memerlukan bantuan dari manusia lain untuk mencapai kemandirian dalam belajar. Kesiapan saya sebagai guru dalam skala 1-10 adalah 8. Kaitannya dengan saya yang kedepannya akan menjadi pendidik, saya menyadari bahwa nantinya dalam proses pembelajaran saya perlu menyiapkan strategi-strategi yang yang sesuai untuk memberikan bantuan secara bertahap (scaffolding) kepada anak didik saya agar mereka mampu mencapai kemandirian dalam belajar. Tentunya hal ini belum maksimal hanya dengan mempelajari teori-teorinya saja. Saya juga akan mengasah kemampuan saya dengan cara mempelajari studi kasus yang telah ada dan juga dengan melakukan praktik secara langsung di sekolah. Dengan demikian, sebagai guru saya akan lebih siap untuk menerapkan teori yang telah saya pelajari dalam perkuliahan PPG ini.



Disusun oleh Elvina Isna Nurjanah (Mahasiswa PPG Calon Guru 2024) untuk memenuhi tagihan mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 4


Baca Selengkapnya

Rabu, 16 Oktober 2024

Refleksi pembelajaran Topik 3 Perspektif Sosial, Budaya, Ekonomi, dan Politik dalam Pembelajaran

 


Pada saat mulai memasuki topik 3 ini, saya berpikir akan belajar mengenai pengaruh faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik dalam penyelenggaraan pembelajaran. Hal itu sesuai dengan judul dari topik ini, yaitu “Perspektif Sosial, Budaya, Ekonomi, dan Politik dalam Pembelajaran”. Dalam alur M (Mulai Dari Diri) saya diajak untuk mengingat-ingat bagaimana kondisi sekolah tempat saya belajar dahulu. Serta mengidentifikasi perbedaan proses pembelajaran dalam tiap jenjang Pendidikan. Pada alur M juga disajikan video yang berjudul “Cermin Dari Pelosok”. Dalam video tersebut menampilkan keadaan di berbagai sekolah di Indonesia yang memiliki keterbatasan sarana dan prasarana untuk menunjang proses pembelajaran. Sarana dan prasarana adalah hal penting yang perlu dimiliki oleh suatu sekolah untuk menunjang proses pembelajaran agar kualitas Pendidikan pada satuan tersebut lebih berkualitas dan berjalan dengan optimal. 

Pada eksplorasi konsep, saya belajar mengenai bagaimana faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik memberikan kontribusi dalam eksklusivitas dan kesenjangan dalam proses pembelajaran di sekolah. Segala faktor dalam kehidupan tentu memberikan kontribusinya masing-masing dalam proses pembelajaran karena di dalam sistem, tiap faktor memiliki keterkaitan yang berpengaruh pada hasil akhirnya, yaitu kualitas Pendidikan dalam suatu daerah tertentu. Selain itu, perbedaan kondisi di beberapa daerah juga menyebabkan perbedaan pelaksanaan Pendidikan di daerah tersebut. Hal itu juga mengakibatkan ketidakmerataan dalam sistem Pendidikan di Indonesia yang dapat memperparah ketimpangan sosial antar kelompok sosial tertentu. Ketidakmerataan yang muncul dalam dunia Pendidikan akan menghadirkan isu-isu di lingkungan Pendidikan. Salah satu isu yang sering muncul di dunia Pendidikan adalah adanya kesenjangan fasilitas Pendidikan di sekolah. Hal itu tentu mempengaruhi kualitas Pendidikan yang dihasilkan di sekolah tersebut. Selain itu, isu mengenai peran orang tua dan masyarakat juga menjadi masalah yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran di kelas. Peserta didik dengan dukungan yang baik dari keluarga tentunya lebih siap untuk menerima pembelajaran di kelas daripada peserta didik yang kurang mendapat dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitarnya. Sebagai calon guru, sebaiknya mampu mengkritisi berbagai isu yang muncul di dunia Pendidikan. Beberapa kritik terhadap isu-isu yang hadir di dunia Pendidikan tidak dimaksudkan untuk mencari kesalahan semata, melainkan sebagai langkah untuk menemukan solusi untuk meningkatkan Pendidikan di Indonesia secara menyeluruh.

Masuk dalam ruang kolaborasi, saya dan rekan-rekan melakukan interview dengan dua guru dari dua sekolah yang berbeda. Interview ini dilakukan dengan maksud mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran, perbedaan latar belakang sosial yang terjadi di dalam kelas, dan strategi/pendekatan yang dilakukan guru dalam menghadapi masalah yang muncul di sekolah tempat mereka mengajar. Interview dilakukan di SD N Jombor 03 dan SD N Pengkol 1. Di SD N Jombor 03 masalah yang muncul berkaitan dengan latar belakang sosial dari keluarga peserta didik yang mempengaruhi proses pembelajaran, pengkondisian kelas, hingga pemilihan media pembelajaran yang mampu menarik minat peserta didik dalam KBM. Guru di SD tersebut melakukan berbagai strategi untuk mengatasi masalah tersebut, misalkan dengan mengajak peserta didik melakukan pembelajaran di luar kelas secara langsung, menerapkan pembelajaran berdiferensiasi,hingga menanamkan karakter dan memberi motivasi peserta didik. Kemudian di SD N Pengkol 1 masalah yang muncul pada kelas rendah adalah beberapa anak yang kesulitan dalam membaca dan menulis, serta kurangnya minat anak dalam belajar karena masih masa peralihan dari taman kanak-kanak. Guru di SD tersebut juga menerapkan

Hal penting yang saya pelajari dari proses demonstrasi kontekstual bersama rekan sekelompok adalah pentingnya belajar dari kesalahan. Dalam kerja kelompok sering kali terjadi kegagalan atau kesalahan. Ini memberikan kesempatan bagi kamu untuk belajar dari pengalaman tersebut dan menjadi lebih baik untuk kegiatan selanjutnya. Selain itu, komunikasi, kerja sama, serta koordinasi yang jelas antara anggota kelompok dalam kegiatan diskusi dan presentasi juga diperlukan. Penting bagi kelompok kami untuk menyajikan presentasi yang tepat dan menarik, serta memastikan pemahaman konsep yang akurat terkait topik yang dipelajari. Selain itu, penting juga memperhatikan cara pengucapan, konten, dan visualisasi presentasi agar audiens dapat dengan jelas memahami informasi yang kami sampaikan.

Setelah mempelajari topik ini, saya memahami pentingnya mempelajari isu-isu yang berkaitan dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik dalam konteks Pendidikan. Beragam isu yang muncul di masyarakat tentunya berkaitan dengan keadaan masyarakat Indonesia yang bersifat multikuktural. Beragam isu tersebut tidak dapat serta merta dihilangkan sepenuhnya, melainkan dapat diminimalisasi dengan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari seluruh komponen masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk membangun masyarakat yang lebih adil, setara, dan inklusif. Hal baru yang saya pelajari di topik ini berkaitan dengan besarnya pengaruh faktor eksternal (sosial, budaya, ekonomi, dan politik) terhadap pelaksanaan Pendidikan di Indonesia yang bersifat mutlikultural. Untuk selanjutnya, saya ingin mempelajari lebih lanjut mengenai upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi adanya isu-isu yang berkaitan dengan kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik dalam Pendidikan di Indonesia. Hal ini saya maksudkan agar saya dapat ikut andil dalam dunia Pendidikan untuk meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.

Dalam alur koneksi antar materi, saya mengoneksikan dari pengalaman saya dengan komitmen guru dalam memberikan proses pembelajaran yang layak pada peserta didik. dari hasil koneksi tersebut didapatkan beberapa komitmen guru dalam memberikan pembelajaran yang layak. Pertama, kesetaraan sosial dan ekonomi. Guru perlu memahami bahwa latar belakang sosial, budaya, dan ekonomi peserta didik mempengaruhi pembelajaran. Pendidikan kritis membantu mengatasi diskriminasi dan ketidakadilan di kelas. Kedua, Peran guru sebagai fasilitator. Guru berperan sebagai fasilitator, memberikan scaffolding sesuai kebutuhan, dan mendukung kerja sama kelompok untuk meningkatkan keterampilan sosial peserta didik. Ketiga, pengalaman praktik mengajar. Strategi seperti pembelajaran kolaboratif dan diferensiasi penting dalam menciptakan lingkungan yang adil dan emansipatif. Keempat, inklusi Pendidikan. Guru harus berkomitmen menciptakan Pendidikan yang inklusif, di mana semua peserta didik, termasuk kaum minoritas dan peserta didik dengan kebutuhan khusus, mendapatkan akses yang adil

Setelah mempelajari topik ini saya mendapatkan pelajaran yang nantinya bermanfaat ketika saya sudah mengajar di SD. Saya menjadi lebih memahami hal-hal yang berpengaruh dalam proses belajar peserta didik tidak hanya berasal dari faktor internal saja, melainkan ada faktor eksternal yang berupa faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik dari lingkungan tempat belajar. Saya juga bisa belajar bersama rekan dan dosen pengampu terkait upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pendidik untuk meminimalisasi eksklusivitas yang terjadi di dunia Pendidikan. Kesiapan saya sebagai guru dalam skala 1-10 adalah 8. Saya menyadari bahwa hanya mempelajari teori saja tidak cukup untuk mempersiapkan diri saya menjadi guru yang optimal. Saya juga perlu mengembangkan keterampilan dasar mengajar melalui praktik langsung di SD. Dengan cara ini, kesiapan saya sebagai guru akan lebih baik, dan saya dapat menerapkan teori serta praktik yang telah dipelajari secara maksimal di masa depan.


Disusun oleh Elvina Isna Nurjanah (Mahasiswa PPG Calon Guru 2024) untuk memenuhi tagihan mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 3


Baca Selengkapnya

Senin, 14 Oktober 2024

Refleksi pembelajaran topik 2 Konsep Dasar Perspektif Sosio Kultural dalam Pendidikan

Hal yang pertama kali saya pikirkan saat melihat judul topik 2 pada mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia adalah saya akan belajar mengenai pengaruh faktor sosial budaya dan/atau ekonomi politik terhadap proses belajar peserta didik. Hal itu juga mencakup latar belakang ekonomi dan budaya keluarga dari peserta didik yang mempengaruhi pola asuh dan dukungan orang tua terhadap peserta didik. Keluarga dan lingkungan sosial memiliki andil dalam proses belajar dan perkembangan setiap individu, jika direpresentasikan dalam bentuk angka dapat mencapai sekitar 30%. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori sistem ekologi yang dikemukakan oleh Urie Bronfenbrenner yang menyatakan bahwa lingkungan berpengaruh dalam perkembangan setiap individu. 

Masuk dalam eksplorasi konsep pada topik 2, saya mulai mempelajari bahwa perkembangan kognitif anak dapat diperoleh melalui interaksi sosial antara orang tua dan anak dalam kegiatan sehari-hari yang didasarkan pada status sosio-ekonomi (SES). Dalam aktivitas sosial, orang tua memiliki peran untuk memberikan harapan dan dorongan kepada anak dan mempengaruhi motivasi, tingkah laku, dan tujuan anak dalam proses mencapai tujuan. Mediasi dilakukan dalam bentuk intervensi positif untuk memaksimalkan potensi kognitif dari peserta didik. Perbedaan pola interaksi keluarga melalui status sosio-ekonomi akan memberikan nilai, harapan, tuntutan, dan hasil perkembangan kognitif yang berbeda karena keluarga memiliki pengaruh yang berbeda terhadap dasar perkembangan kognitif peserta didik. pencapaian akademik yang tinggi dapat terukur dalam keluarga dengan status SES menengah dibandingkan status SES yang lebih rendah. Namun, perbedaan SES juga memberikan kesimpulan bahwa tanpa bantuan kognitif yang dominan dari keluarga maupun peranan orang dewasa yang lebih mampu, status SES menengah tidak dapat memberikan hasil yang signifikan dimana mediasi merupakan peranan penting. Sehingga, diperlukan instrumen psikologis yang diadaptasi dari konsep Zone of Proximal Development (ZPD) untuk menentukan mediasi yang sesuai dengan SES dari peserta didik.



Dalam ruang kolaborasi, saya dan rekan sekelompok mempelajari faktor-faktor dalam interaksi sosial yang berpengaruh dalam proses pembelajaran melalui video yang disajikan serta artikel ilmiah sebagai referensi. Dari video yang disajikan, kelompok kami menganalisis berbagai faktor yang mengalami ketimpangan dalam proses pembelajaran. Tak lain ketimpangan tersebut berasal dari faktor ekonomi. Peserta didik yang memiliki latar belakang ekonomi tinggi mampu memperoleh akses Pendidikan yang memadai secara mudah. Hal itu berbanding terbalik dengan peserta didik yang berasal dari keluarga dengan latar belakang SES rendah. Ketimpangan yang terjadi tidak hanya berpengaruh pada akses Pendidikan saja, melainkan pada akses lainnya, seperti kesehatan. Anak dengan latar belakang SES rendah cenderung sulit mendapatkan akses kesehatan yang memadai. Dari referensi artikel ilmiah, juga diperoleh berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk memperhatikan peserta didik dengan latar belakang SES rendah di Sekolah Dasar. Yakni, dengan cara memberi layanan bimbingan belajar, memberikan semangat untuk meningkatkan motivasi belajar peserta didik, dan dengan cara menyediakan sarana dan prasarana yang memadai dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, kelompok kami juga mengaitkan referensi yang disediakkan dalam LMS dengan cerita “Belajar Berdemokrasi” yang diambil dari buku Mengajar Untuk Perubahan. Beberapa kaitan dari beberapa referensi adalah belajar berdemokrasi menekankan pentingnya partisipasi aktif dari semua peserta didik tanpa memandang latar belakang SES mereka, guru perlu mendukung, menghargai, dan memberdayakan peserta didik tanpa memperhatikan latar belakang SES peserta didiknya. Selain itu, guru juga perlu memfasilitasi pembelajaran yang inklusif agar peserta didik dapat berpartisipasi secara setara di dalam kelas. 

Hal penting yang saya pelajari dari proses demonstrasi kontekstual bersama rekan sekelompok adalah pentingnya komunikasi, kerja sama, serta koordinasi yang jelas antara anggota kelompok dalam kegiatan diskusi dan presentasi yang dilaksanakan. Hal itu penting agar kelompok kami mampu menyajikan presentasi yang sesuai dan menarik, serta memperoleh pemahaman konsep yang benar terkait topik yang kami pelajari. Selain itu, perlu untuk memperhatikan artikulasi pengucapan saat presentasi, isi, dan visualisasi presentasi agar audience mampu menangkap informasi yang kami sampaikan pada saat itu.


Setelah mempelajari topik ini, saya memahami pentingnya kesetaraan akses dalam lingkungan, baik Pendidikan maupun kesehatan. Peran orang tua yang didasarkan pada SES mereka juga berpengaruh terhadap Pendidikan yang sedang dijalani oleh peserta didik. Akses Pendidikan maupun kesehatan sangat bergantung pada latar belakang SES orang tua. Dengan kata lain, perbedaan latar belakang SES orang tua mempengaruhi kemudahan akses Pendidikan dan kesehatan anak. Sebagai seorang pendidik, kita perlu meminimalisir ketimpangan sosio-ekonomi antar peserta didik dimulai dari lingkungan di tempat kita bekerja, yakni Sekolah Dasar. Pendidik perlu berupaya untuk menghadirkan rasa kesetaraan pada diri setiap peserta didik agar tidak terjadi ketimpangan akses Pendidikan pada peserta didik. Hal baru yang saya pelajari pada topik ini berkaitan dengan pentingnya latar belakang SES dari orang tua dalam proses pembelajaran peserta didik. sebagai orang tua, tentunya perlu memberikan dukungan yang maksimal kepada anak agar anak dapat mengenyam Pendidikan dengan nyaman dan tanpa terbebani. Dukungan yang diberikan tidak selalu berkaitan dengan materiil, melainkan dukungan dari orang tua dapat berupa dukungan moral dengan cara memberi semangat untuk memotivasi anak agar bersungguh-sungguh dalam belajar. Untuk selanjutnya, saya ingin mempelajari cara maupun strategi untuk menghadapi berbagai tantangan yang muncul akibat ketimpangan sosio-ekonomi di dalam dunia Pendidikan. Dengan mempelajari hal tersebut saya berharap mampu meminialisir ketimpangan sosio-ekonomi yang terjadi di dunia Pendidikan.

Mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 2 memiliki keterkaitan dengan mata kuliah lain yang saya pelajari. Pada mata kuliah Pemahaman Peserta Didik, konsep sosiokultural memudahkan dalam memahami bahwa latar belakang SES dari keluarga peserta didik memiliki peran penting dalam membentuk diri mereka. Hal ini membantu dalam memahami bagaimana faktor-faktor tersebut dapat memengaruhi motivasi, gaya belajar, dan perkembangan peserta didik. Pada mata kuliah Prinsip Pembelajaran dan Asesmen, peserta didik dari latar belakang sosio-ekonomi yang berbeda mungkin memiliki gaya belajar yang beragam. Dengan memahami sosio-ekonomi membantu guru mengenali perbedaan dalam pengalaman belajar peserta didik dan menyesuaikan pendekatan pembelajaran mereka. Dalam mata kuliah Filosofi Pendidikan Indonesia, konsep sosiokultural memberikan pemahaman bahwa Pendidikan harus mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan ekonomi di Indonesia. Hal ini akan membantu untuk merumuskan pandangan Pendidikan yang lebih terkait dengan realitas di Indonesia. Kemudian pada mata kuliah Pembelajaran Berdiferensiasi, konsep sosiokultural mendukung pemahaman bahwa perbedaan latar belakang sosio-ekonomi memerlukan pendekatan yang berbeda dalam pembelajaran yang berdiferensiasi. Pemahaman ini dapat digunakan untuk merancang strategi pembelajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan individual peserta didik.  

Dengan mempelajari topik ini memberikan saya manfaat yang penting untuk nantinya terjun langsung di lapangan (Sekolah Dasar). Saya menjadi lebih memahami hal-hal yang berpengaruh dalam proses belajar peserta didik tidak hanya berasal dari faktor internal saja, melainkan ada faktor eksternal yang berupa latar belakang SES keluarga peserta didik. Saya juga bisa merancang strategi-strategi yang dapat saya terapkan untuk menciptakan kkesetaraan antar peserta didik untuk meminimalisir ketimpangan sosial-ekonomi yang mereka alami. Kesiapan saya sebagai guru dalam skala 1-10 adalah 8. Saya menyadari bahwa kesiapan saya menjadi guru yang sesungguhnya kurang optimal hanya dengan mempelajari teori-teori saja. Saya juga perlu mengasah keterampilan dasar mengajar saya melalui praktik secara langsung di lapangan (Sekolah Dasar). Dengan begitu, kesiapan saya sebagai guru akan lebih baik dan saya bisa menerapkan berbagai teori dan praktik yang telah saya pelajari dengan optimal nantinya.


Disusun oleh Elvina Isna Nurjanah (Mahasiswa PPG Calon Guru 2024) untuk memenuhi tagihan mata kuliah Perspektif Sosiokultural dalam Pendidikan Indonesia topik 2.

Baca Selengkapnya

Computational Thinking - Topik 4

 Pada tulisan kali ini akan saya sajikan pekerjaan saya pada mata kuliah Computational Thinking di Topik 4 pada alur Mulai dari Diri dan Eks...