Pada tulisan kali ini akan saya sajikan pekerjaan saya pada mata kuliah Computational Thinking di Topik 4 pada alur Mulai dari Diri dan Eksplorasi Konsep. Alur tersebut saya mengerjakan beberapa soal untuk memperdalam mengenai pengetahuan saya mengenai materi CT dalam Kurikulum. Berikut ini pertanyaan dalam web LMS dan juga jawaban saya.
MULAI DARI DIRI
1.
Bagaimana
pendapat Anda mengenai keberadaan CT di dalam Kurikulum Merdeka?
Jawab:
Menurut saya, keberadaan CT dalam Kurikulum Medeka
merupakan langkah positif dalam mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi
tantangan di era digital. CT bukan hanya tentang pemrograman, tetapi juga
tentang cara berpikir yang sistematis, logis, dan analitis dalam menyelesaikan
masalah. Sehingga, dengan memasukkan CT dalam kurikulum, peserta didik
diharapkan mampu mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang dapat diterapkan
di berbagai bidang, seperti sains, matematika, dan bahkan ilmu sosial.
2.
Karena CT
berada dalam kurikulum, CT dipandang sebagai sesuatu yang perlu dipelajari oleh
peserta didik. Menurut Anda, mengapa CT tidak diberikan sebagai mata pelajaran
tersendiri?
Jawab:
CT tidak diberikan sebagai mata pelajaran
tersendiri karena pendekatan ini lebih efektif jika diintegrasikan ke dalam
berbagai disiplin ilmu. Jika CT dijadikan mata pelajaran tersendiri, ada
kemungkinan peserta didik hanya akan melihatnya sebagai teori tanpa penerapan
nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mengintegrasikan CT ke dalam mata
pelajaran tertentu akan membuat peserta didik lebih memahami cara CT membantu
dalam berbagai konteks. Selain itu, menambah mata pelajaran baru juga akan
menambah beban kurikulum, yakni mengurangi jam pelajaran yang sudah ada.
Sehingga, pendekatan integratif lebih efisien tanpa mengurangi jam pelajaran
yang sudah ada.
3. Pada saat Anda membaca referensi-referensi yang
ditugaskan oleh dosen Anda, bagian mana yang:
o
Paling
menarik untuk Anda? Mengapa?
Jawab:
Menurut saya, bagian menarik dari artikel “Defining
Computational Thinking for Mathematics and Science Classrooms”, artikel ini
menjelaskan mengenai cara CT membantu dalam memahami konsep matematika dan sains.
Artikel ini juga menunjukkan bahwa CT tidah hanya berkaitan dengan pemrograman
saja, tetapi juga mencakup pemikiran algoritmik dan pemecahan masalah berbasis
data. Hal ini menarik karena banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam
matematikan dan sains, sehingga pendekatan CT bisa menjadi solusi untuk
membantu mereka memahami konsep abstrak dengan baik.
o
Paling
sulit untuk diajarkan? Mengapa?
Jawab:
Bagian
paling sulit untuk diajarkan adalah dari artikel “A Pedagogical Framework for
Computational Thinking”. Yakni mengenai konsep tentang cara mengajarkan CT
dalam berbagai mata pelajaran tanpa membuatnya terkesan sebagai sesuatu yang
terpisah. Kemudian, belum semua pengajar memiliki pemahaman yang mendalam
tentang CT, sehingga implementasi CT di kelas bisa sulit dilakukan. Selain itu,
pendekatan pembelajaran berbasis pemecahan masalah memerlukan kesiapan guru
dalam merancang aktivitas yang sesuai dan menarik bagi peserta didik.
EKSPLORASI KONSEP BAGIAN 3
Bagi
calon guru kelas I sampai VI.
Ceritakan dengan kata-kata Anda sendiri terkait peningkatan capaian yang ada
pada fase A sampai C. Apakah Anda dapat melihat peningkatan capaian dari fase
A-C? Jelaskan jawaban Anda!
Jawab:
Pada fase
A (kelas 1-2 SD), peserta didik mulai belajar berpikir komputasional dengan
cara sederhana. Mereka mengenali, membandingkan, memilih, memilah,
mengelompokkan, dan mengurutkan benda-benda nyata yang ada di sekitar mereka.
Proses ini masih berfokus pada hal-hal konkret yang dapat mereka lihat dan
sentuh, sehingga membantu mereka memahami pola dan keteraturan dengan cara yang
lebih mudah.
Memasuki
fase B (kelas 3-4 SD), peserta didik mengembangkan keterampilan yang telah
mereka pelajari sebelumnya, tetapi dengan tingkat yang lebih abstrak. Mereka
tidak hanya mengelompokkan benda nyata, tetapi juga mulai memahami konsep data
sederhana. Selain itu, mereka mulai menggunakan alat bantu atau perkakas
tertentu untuk membantu mereka dalam menyusun dan mengolah informasi.
Pada fase
C (kelas 5-6 SD), peserta didik menghadapi tantangan yang lebih kompleks. Jika
sebelumnya mereka hanya mengolah data dalam jumlah kecil, kini mereka mulai
bekerja dengan data yang lebih banyak dan bervariasi. Mereka juga belajar
mencari berbagai alternatif solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan
dengan menerapkan berpikir komputasional secara lebih luas. Hal ini membuat
mereka lebih terlatih dalam menganalisis, mengelola, dan menyusun informasi
secara lebih sistematis.
Kemudian,
berkaitan dengan peningkatan dari fase A ke C. Terdapat peningkatan dari fase A
ke fase C, peningkatan ini dapat terlihat dalam beberapa aspek, yaitu:
Ø Dari
konkret ke abstrak: Pada fase A, peserta
didik masih berfokus pada benda nyata. Di fase B dan C, mereka mulai memahami
konsep abstraksi dan himpunan data.
Ø Dari
sederhana ke kompleks: Pada fase A, peserta didik hanya mengelompokkan dan
mengurutkan benda sederhana. Di fase B, mereka mulai menyusun dan memilah
dengan berbagai cara. Di fase C, mereka harus menghadapi data yang lebih besar
dan lebih rumit.
Ø Dari satu
solusi ke berbagai solusi: Pada fase A, peserta didik hanya belajar menemukan
solusi sederhana. Di fase B dan C, mereka belajar bahwa ada banyak alternatif
solusi untuk suatu masalah.
EKSPLORASI KONSEP BAGIAN 4
Menurut Anda, bagaimana posisi CT di
Indonesia jika dibandingkan keberadaannya di beberapa negara lain yang sudah
berupaya terlebih dahulu untuk memasukkan CT ke dalam kurikulumnya?
Jawab:
Computational
Thinking (CT) di Indonesia masih dalam tahap pengembangan dan baru mulai
diintegrasikan dalam Kurikulum Merdeka. Di tingkat SD, konsep CT diperkenalkan melalui
mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Matematika, dan IPAS, sedangkan di
jenjang SMP dan SMA, CT lebih eksplisit dalam mata pelajaran Informatika. Meski
demikian, pemahaman mengenai CT sebagai keterampilan berpikir logis dan
pemecahan masalah masih terus dibangun.
Jika dibandingkan dengan negara lain, beberapa negara sudah lebih dulu mengadopsi CT dalam kurikulumnya. Amerika Serikat telah memasukkan CT ke dalam Pendidikan sejak 2016 melalui program "Computer Science for All Initiative." Finlandia mengajarkan CT melalui permainan dan aktivitas tanpa komputer, sementara Singapura memiliki program "Code for Fun" yang mengajarkan pemikiran algoritmik sejak dini. Inggris bahkan telah mewajibkan mata pelajaran Computing sejak 2014 di sekolah dasar dan menengah.
Namun, penerapan CT di Indonesia masih menghadapi tantangan, seperti kurangnya kesiapan guru dalam mengajarkan konsep ini, keterbatasan infrastruktur di beberapa daerah, serta anggapan bahwa CT hanya berhubungan dengan pemrograman, padahal lebih luas dari itu. Meski demikian, dengan adanya pelatihan guru, dukungan kebijakan, serta pengembangan sumber belajar, diharapkan CT dapat menjadi keterampilan yang dikuasai peserta didik, sebagaimana yang telah diterapkan di negara lain.